Jakarta – Angin muson timur adalah satu tipe angin yang bertiup dalam skala regional (skala benua) dan berubah arah azimuth minimal 120 derajat serta terjadi secara periodik 6 bulan sekali. Secara umum angin jenis ini disebut angin muson.
Sue Nicholson dalam bukunya berjudul Cuaca kata muson/monsun/moonsun berasal dari bahasa Arab yakni mausim, yang berarti musim. Kata ini pertama kali digunakan oleh para pelaut Arab untuk menggambarkan angin musiman yang bertiup di sepanjang Laut Arab.
Pada dasarnya angin muson terjadi di sebagian Asia, Australia, dan Afrika. Sebagai benua terbesar, angin muson di Asia disebut yang paling kuat dan bisa menimbulkan dampak yang hebat.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan Indonesia sendiri terkena dampak dari 2 tipe angin muson yakni Monsum Timuran (angin muson timur) dan Monsun Baratan (angin muson barat).
Keduanya terbagi secara periodik atau 6 bulan sekali setiap tahunnya. Angin monsun timur bertiup pada bulan April-Oktober, sedangkan monsun barat bertiup bulan Oktober-April setiap tahunnya.
Angin Muson Timur, Penyebab Suhu Pulau Jawa Lebih Dingin
Mengutip buku Geografi karya Sri Hayati, dkk angin muson bisa terjadi karena adanya perbedaan pemanasan antara belahan Bumi utara (BBU) dan belahan Bumi selatan (BBS). Perbedaan pemanasan ini timbul karena gerak semu tahunan Matahari.
Angin muson bisa memengaruhi Indonesia karena secara geografis posisi negara kita berada di antara dua benua yang berseberangan dengan khatulistiwa, yakni Benua Asia (di BBU) dan Benua Australia (BBS).
Pada bulan April-Oktober, Matahari berada di BBU sehingga benua Asia mengalami musim panas. Sementara itu di BBS, benua Australia mengalami musim dingin. Akibatnya, udara di Benua Asia berada pada tekanan yang rendah, sedangkan Benua Australia berada di tekanan tinggi.
Berdasarkan sifatnya, udara akan bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Oleh karena itu, angin akan bertiup dari benua Australia menuju benua Asia.
Perpindahan angin ini dikenal dengan angin muson timur atau angin muson tenggara. Angin ini bergerak melewati gurun yang luas di benua kangguru tersebut.
Akibatnya angin yang bertiup bersifat kering dan menyebabkan musim kemarau di Indonesia. Lalu mengapa turunnya suhu di Pulau Jawa bisa berkaitan dengan angin muson?
Terkait hal tersebut Azis Rifai, dkk dalam Indoensia Journal of Oceanography Vol 02 No 01 tahun 2022 yang berjudul “Kajian Pengaruh Angin Musim Terhadap Sebaran Suhu Permukaan Laut (Studi Kasus: Perairan Pangandaran Jawa Barat)” mencoba menjawabnya.
Dijelaskan bila sistem angin muson juga berpengaruh pada fluktuasi karakteristik perairan seperti angin, arus, serta sebaran suhu. Ketika angin bergerak, karakteristik massa air di laut juga akan mengalami perubahan, terutama dalam hal perubahan arus permukaan.
Ketika arus permukaan air bergerak dengan kuat akan terjadi percampuran massa air pada lapisan atas dan menjadikan sebaran suhu yang homogen (seragam).
Saat April-Oktober atau Musim Timur, perairan selatan Pulau Jawa bertiup angin dari benua Australia menuju ke arah Barat. Hal ini menyebabkan pergerakan massa air yang berimbas pada sirkulasi massa air dari bagian dalam yang bersuhu rendah.
Suhu tersebut akhirnya naik ke atas dan menggantikan massa air permukaan. Akhirnya sebaran suhu permukaan laut yang naik ke permukaan berhembus ke seluruh wilayah terdekat yakni Pulau Jawa.
Fenomena Bediding
Penjelasan tentang suhu terasa dingin di Pulau Jawa juga dikaitkan dengan fenomena bediding. Mengutip arsip gibahin.id , dijelaskan bahwa bediding berasal dari bahasa Jawa yakni kata ‘bedhidhing’ yang berarti terasa dingin.
Bukan hal baru, bediding juga berkaitan dengan kondisi di atmosfer atau angin muson timur. Sama seperti penjelasan angin muson timur, bediding terjadi ketika posisi matahari sedang jauh di sebelah utara garis khatulistiwa.
Akibatnya BBU menjadi panas dan BBS menjadi dingin. Sedangkan letak pulau Jawa yang berada di sebelah selatan garis khatulistiwa menyebabkan pulau Jawa menjadi lebih dingin daripada biasanya.
Kapan Suhu Dingin Akan Mereda?
Baru-baru ini BMKG mengeluarkan Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian I Juli 2024. Sebagai informasi, dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari.
Dalam satu bulan dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu Dasarian I: tanggal 1-10, Dasarian II: tanggal 11-20 dan Dasarian III tanggal 21-30.
Berdasarkan analisis Dasarian I Juli 2024 suhu rata-rata permukaan berkisar antara 22-27 derajat celcius. Suhu ini akan tetap bertahan hingga Dasarian I Agustus dengan kenaikan sedikit yakni 24-28 derajat celcius.
Jadi, bisa disimpulkan masyarakat Indonesia khususnya pulau Jawa kemungkinan masih akan merasakan suhu dingin menggigil pada malam atau pagi hari sampai awal Agustus 2024. Namun, prediksi ini bisa berubah sesuai dengan keadaan geologis yang ada.