Jakarta – Ancaman perang baru pecah di Arab makin meningkat. Eskalasi antara Israel dan Hizbullah yang berada di Lebanon, menjadi penyebab.
Mengutip AFP, Selasa (30/7/2024), Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu pada hari Senin bersumpah untuk memberikan respons “keras” terhadap serangan mematikan yang menewaskan 12 anak dan remaja di Dataran Tinggi Golan, wilayah yang dianeksasi dari Suriah. Sejumlah negara pun, termasuk Amerika Serikat (AS) berteriak menahan potensi perang baru itu.
“Negara Israel tidak akan, dan tidak bisa, membiarkan ini berlalu,” katanya di kota Majdal Shams, Senin malam waktu setempat.
“Respons kami akan datang dan akan keras,” ancamnya yang disambut protes selama kunjungan itu.
Hizbullah sendiri mengakui melakukan sejumlah operasi Sabtu. Namun perlu diketahui, kelompok itu membantah bertanggung jawab pada roket yang jatuh di Dataran Tinggi Golan.
Meski begitu AS menyalahkan serangan itu ke Hizbullah. Tapi, ada analis yang mengatakan bisa saja roket adalah milik Israel sendiri yang salah sasaran.
Lebanon Alert
Sementara itu, Lebanon kini dalam keadaan siaga. Menteri Luar Negeri Abdallah Bou Habib mengatakan serangkaian aktivitas diplomatik telah berupaya untuk menahan respons Israel yang diantisipasi.
“Israel akan meningkatkan ketegangan secara terbatas dan Hizbullah akan menanggapi secara terbatas,” katanya.
“Ini adalah jaminan yang telah kami terima,” tegas Bou Habib dalam sebuah wawancara dengan penyiar lokal Al-Jadeed.
Hal sama juga dikatakan Perdana Menteri (PM) Lebanon Najib Mikati. Dikatakan bahwa sejumlah negara penengah seperti AS dan Prancis menjadi penengah.
“Pembicaraan sedang berlangsung dengan pihak internasional, Eropa, dan Arab untuk melindungi Lebanon dan menangkal bahaya,” tegasnya.
Merujuk laman yang sama, sejumlah analis mengatakan mungkin saja Israel melakukan dua perang sekaligus. Perlu diketahui saat ini, Israel saat ini melakukan perang di Gaza Palestina yang telah menewaskan 39 ribu orang lebih, di mana perang itu menjadi dasar ketegangan dengan Hizbullah.
AS Merespons
AS memimpin upaya diplomatik untuk mencegah Israel menyerang ibu kota Lebanon, Beirut, atau infrastruktur sipil utama sebagai tanggapan atas serangan roket mematikan di Dataran Tinggi Golan.
Mengutip Reuters, yang memuat sumber, fokus diplomasi “berkecepatan tinggi” tersebut adalah untuk membatasi respons Israel dengan mendesaknya agar tidak menargetkan Beirut yang berpenduduk padat, pinggiran selatan kota yang menjadi jantung Hizbullah, atau infrastruktur utama seperti bandara dan jembatan.
Mediator AS Amos Hochstein turun langsung dalam pembicaraan. Bahwa Israel dapat menghindari ancaman eskalasi besar dengan menyelamatkan ibu kota dan sekitarnya.
“Jika mereka menghindari warga sipil dan mereka menghindari Beirut dan daerah pinggirannya, maka serangan mereka dapat diperhitungkan dengan baik,” katanya.
Sebelumnya beredar juga pembicaraan akhir pekan pejabat Israel, bahwa negara itu ingin melukai Hizbullah tetapi tidak menyeret wilayah tersebut ke dalam perang habis-habisan. Namun tak ada komitmen apapun ntuk menghindari serangan terhadap Beirut, daerah pinggirannya, atau infrastruktur sipil.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan tidak akan mengomentari secara spesifik percakapan diplomatik tersebut. Namun kini Washington sedang mencari “solusi yang langgeng” untuk mengakhiri semua tembakan lintas bantas” antara keduanya.
“Dukungan kami terhadap keamanan Israel sangat kuat dan tidak tergoyahkan terhadap semua ancaman yang didukung Iran, termasuk Hizbullah,” kata seorang juru bicara kepada Reuters.
“Mengenai percakapan selama akhir pekan, Anda yakin kami telah melakukannya dan kami melakukannya di berbagai tingkatan,” tambahnya.
“Tetapi saya tidak akan merinci inti dari percakapan tersebut,” ujarnya lagi.
Di sisi lain, seorang pejabat Iran mengatakan AS juga telah menyampaikan pesan kepada Teheran setidaknya tiga kali sejak serangan hari Sabtu di Dataran Tinggi Golan. AS memperingatkan bahwa meningkatkan situasi akan merugikan semua pihak.
Hizbullah adalah kelompok proksi regional ‘Poros Perlawanan’ Iran yang paling kuat dan bersekutu dengan kelompok Palestina Hamas. Kelompok ini telah saling serang dengan militer Israel di perbatasan selatan Lebanon sejak perang Gaza meletus Oktober lalu.
Selama perang tahun 2006, terakhir kali Israel dan Hizbullah bertempur dalam konflik besar, pasukan Israel mengebom pinggiran selatan Beirut, yang dikenal sebagai Dahiya, menghantam gedung-gedung yang berafiliasi dengan Hizbullah serta menara-menara hunian. Bandara Beirut dibom dan tidak dapat digunakan lagi, dan di seluruh Lebanon jembatan, jalan, pompa bensin, dan infrastruktur lainnya hancur.