Jakarta – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) segera menggelar rapat darurat menanggapi pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dalam serangan rudal di Teheran, Iran, pada Rabu (31/7).
Presiden DK PBB saat ini, Rusia, memimpin rapat yang digelar pada Rabu (31/7) pukul 16.00 waktu setempat atau sekitar pukul 03.00 WIB.
Pertemuan darurat itu diajukan oleh Iran dan didukung Rusia, China, serta Aljazair, demikian dikutip Anadolu Agency.
Dalam rapat itu, Duta Besar Iran untuk PBB Saeid Iravani mengatakan pembunuhan Haniyeh merupakan perwujudan pola terorisme dan sabotase Israel selama puluhan tahun.
“Israel juga mengejar tujuan politik untuk mengganggu hari pertama pemerintahan baru Iran,” kata Iravani, dikutip Al Jazeera.
Lebih lanjut, Iravani menegaskan tindakan Israel ini menunjukkan niat memperluas perang di seluruh Kawasan.
China, Prancis, hingga Rusia mengecam keras pembunuhan Haniyeh yang dianggap bakal memperkeruh kondisi di Jalur Gaza Palestina dan merusak upaya perundingan gencatan senjata.
“Tindakan ini merupakan upaya terang-terangan untuk menyabotase upaya perdamaian. [China mendesak Israel] untuk menghentikan semua operasi militernya di Gaza dan segera menghentikan hukuman kolektif terhadap rakyat di Gaza,” kata wakil tetap China untuk PBB dalam rapat.
“Kami menyerukan tanggung jawab dan pengendalian diri yang maksimal untuk menghindari konflik regional,” tutur perwakilan Prancis dalam pertemuan yang sama.
Sementara itu, Rusia bahkan menganggap kematian Haniyeh merupakan pembunuhan politik yang sengaja untuk memperkeruh situasi.
“Pembunuhan politik [terhadap Ismail Haniyeh] … merupakan pukulan telak, terutama bagi negosiasi yang dimediasi antara Hamas dan Israel yang bertujuan untuk gencatan senjata di Gaza.”
Berbeda dengan mayoritas anggota tetap dan tidak tetap DK PBB lain dalam rapat, Amerika Serikat justru membela Israel.
Wakil Dubes AS di PBB, Robert Wood, justru mendesak DK PBB mendukung posisi Israel. Menurut Washington adalah “hak Israel untuk membela diri terhadap serangan” dari kelompok-kelompok seperti Hamas dan Hizbullah.
“Israel memiliki hak untuk membela diri terhadap serangan dari Hizbullah, dan teroris lainnya. Itulah yang dilakukannya pada tanggal 30 Juli,” kata Wood seperti dikutip CNN Internasional.
Dalam kesempatan itu, Wood juga menegaskan sekali lagi kalau AS “tidak mengetahui atau terlibat kematian pemimpin Hamas Ismail Haniyeh.”
Sementara itu, Israel tidak membenarkan atau membantah tuduhan soal pembunuhan Haniyeh. Delegasi Israel malah mengalihkan isu dengan menuduh Iran “mesin penggerak kematian dan kehancuran yang mengancam kita semua” dalam rapat darurat itu.
“Mereka yang jarang mencari stabilitas di kawasan itu seharusnya berupaya menyingkirkan teroris ulung, bukan meminta kedua belah pihak untuk menahan diri,” kata perwakilan Israel di PBB, Jonathan Miller.
Rapat tersebut muncul usai Haniyeh tewas dalam serangan rudal di Teheran. Dia berkunjung ke Iran untuk menghadiri pelantikan presiden baru.
Hamas menuding Israel sebagai dalang pembunuhan. Namun, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tak mengakui serangan terhadap Haniyeh.
Netanyahu hanya menyebut Israel telah memberi pukulan telak ke proksi Iran termasuk Hamas dan Hizbullah dalam beberapa hari terakhir.
Di luar itu, sejumlah komunitas internasional mengecam Israel atas pembunuhan ke bos Hamas. Mereka juga menyebut tindakan ini memicu konflik kian luas.
Sejumlah pengamat juga menyebut kematian Haniyeh akan memperburuk situasi di Gaza dan membuat negosiasi gencatan senjata kian sulit.