Jakarta – Dinamika perang antara Rusia dan Ukraina terus menerus memanas. Kali ini, Ukraina berhasil masuk ke wilayah Rusia yang bukan berada dalam medan peperangan antara kedua negara, tepatnya di daerah Kursk.
Serangan Ukraina ini digadang-gadang dapat merubah dinamika di medan perang. Berikut fakta terbarunya dikutip dari berbagai sumber, Senin (2/9/2024):
1. Putin ‘Mendidih’
Presiden Rusia Vladimir Putin buka suara terkait invasi yang dilakukan pasukan Ukraina ke wilayahnya di daerah Kursk. Hal ini disampaikannya saat mengunjungi sebuah sekolah di Siberia.
Dalam pernyataannya, Putin berjanji untuk menangani invasi Ukraina ke wilayah itu yang disebutnya sebagai ‘bandit’. Ia juga menyebut serangan ini tak akan mempengaruhi laju Moskow di Ukraina Timur.
“Perhitungan mereka adalah untuk menghentikan aksi ofensif kami di bagian-bagian penting Donbas. Hasilnya sudah diketahui. Mereka tidak berhasil menghentikan laju kami di Donbas,” kata Putin kepada anak-anak sekolah di Siberia.
“Hasilnya jelas. Ya, orang-orang mengalami pengalaman sulit, terutama di wilayah Kursk. Namun, tujuan utama musuh, untuk menghentikan serangan kami di Donbas, tidak tercapai,” tegasnya.
Putin menambahkan bahwa Moskow melihat kemajuan pada tingkat yang tidak pernah dialami sebelumnya dalam perang di Ukraina Timur. Di sisi lain, Kyiv mengatakan salah satu tujuannya memasuki Kursk adalah untuk melemahkan pasukan Rusia dan memaksanya menarik cadangan dari Ukraina Timur.
“Tentu saja kita harus berurusan dengan bandit-bandit yang memasuki wilayah Federasi Rusia, khususnya wilayah Kursk, yang berupaya mengacaukan situasi di wilayah perbatasan,” tambahnya.
Serbuan mendadak Ukraina ke wilayah Kursk Rusia terjadi pada tanggal 6 Agustus.. Sejak itu, Moskow terus menekan Ukraina Timur sambil menolak menarik pasukan dari Ukraina yang diduduki menuju Kursk.
Kyiv sendiri hingga saat ini masih terus menekan negara-negara Barat agar mengizinkan bantuan senjatanya digunakan untuk menyerbu Rusia. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan langkah ini diambil untuk mengakhiri perang.
2. NATO & Ukraina Gelar Meeting Rahasia
Aliansi pertahanan NATO menggelar sebuah pertemuan Rahasia dengan Ukraina pekan ini. Hal ini dilaporkan saat aliansi pimpinan Amerika Serikat (AS) itu terus memberikan dukungan pada Kyiv yang saat ini berperang dengan Rusia.
Mengutip sebuah laporan media Jerman Bild, komandan pasukan darat dari 35 negara Eropa, serta Ukraina dan AS, telah berkumpul untuk pertemuan tertutup di Dresden, yang diyakini berlangsung dari Selasa hingga Kamis pekan lalu. Acara itu disebutkan diselimuti kerahasiaan, dengan langkah-langkah keamanan yang ditingkatkan terkait kekhawatiran intelijen.
“Di antara topik yang dibahas adalah wilayah operasional baru NATO di Swedia dan Finlandia, yang keduanya bergabung dengan blok militer pimpinan AS dalam 18 bulan terakhir, serta analisis ancaman dan pelajaran yang dipetik dari konflik Ukraina,” demikian laporan surat kabar tersebut dikutip Russia Today.
3. Rusia Tak Ragu Gunakan Senjata Nuklir
Rusia akan membuat perubahan pada doktrin penggunaan senjata nuklirnya sebagai tanggapan terhadap apa yang dianggapnya sebagai eskalasi Barat dalam perang di Ukraina. Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov.
Doktrin nuklir yang ada, yang ditetapkan dalam dekrit oleh Presiden Vladimir Putin pada 2020, menyatakan bahwa Rusia dapat menggunakan senjata nuklir jika terjadi serangan nuklir oleh musuh atau serangan konvensional yang mengancam keberadaan negara.
Namun, beberapa analis militer Rusia yang berhaluan keras telah mendesak Putin untuk menurunkan ambang batas penggunaan nuklir guna “menyadarkan” musuh-musuh Rusia di Barat. Putin sendiri mengatakan pada bulan Juni lalu bahwa doktrin nuklir adalah “instrumen hidup” yang bisa berubah tergantung pada peristiwa dunia.
Pernyataan Ryabkov pada Minggu adalah indikasi paling jelas bahwa perubahan tersebut memang akan dilakukan. Ia menyebutkan bahwa keputusan ini “terkait dengan eskalasi yang dilakukan oleh musuh-musuh Barat kami” dalam konteks konflik Ukraina.
“Pekerjaan ini berada pada tahap lanjut, dan ada niat yang jelas untuk melakukan koreksi,” ujar Ryabkov, yang dikutip oleh kantor berita negara TASS.
Moskow menuduh Barat menggunakan Ukraina sebagai proksi untuk berperang melawan Rusia, dengan tujuan menghancurkan Rusia secara strategis dan memecahnya. Namun, Amerika Serikat (AS) dan sekutunya menyangkal hal tersebut, dengan mengatakan bahwa mereka membantu Ukraina membela diri dari perang agresi ala kolonial yang dilakukan oleh Rusia.
Sebelumnya kekhawatiran memang muncul terkait perang nuklir akibat perang Rusia dan Ukraina. Ini ditakutkan membawa bumi ke perang dunia ketiga (PD 3).
4. Dukungan dalam Negeri untuk Putin Terus Menurun
Sebuah jajak pendapat, yang menunjukkan tingkat ketidakpuasan tertinggi terhadap otoritas negara, menyebut dukungan untuk Presiden Vladimir Putin di Rusia telah menurun. Penurunan terjadi pasca mobilisasi parsial ke Ukraina 2 tahun lalu.
Survei dilakukan oleh Pusat Penelitian Opini Publik milik negara (VCIOM) melalui jajak pendapat teleponnya terhadap 1.600 orang dewasa di seluruh negeri yang dilakukan antara 23 Agustus dan 25 Agustus. Jajak pendapat ini memiliki margin kesalahan 1%.
Menurut survei tersebut, tingkat persetujuan Putin adalah 72,4%. Ini turun 4,7% dari dukungan 77,1% yang diperolehnya dalam jajak pendapat antara tanggal 5 Agustus hingga 11 Agustus.
Institut Studi Perang (ISW) menggambarkan angka tersebut sebagai “penurunan rekor dalam tingkat persetujuan Putin”. Bahkan di antara lembaga survei Kremlin, sejak dimulainya invasi skala penuh pada Februari 2022.
Jajak pendapat tersebut juga menemukan bahwa ketidakpercayaan terhadap Putin, sebesar 13%, berada pada level tertinggi di antara warga Rusia sejak Desember 2023.
Dalam menilai jajak pendapat tersebut, ISW mengatakan bahwa hal itu tidak menunjukkan ketidakpuasan yang nyata di Rusia tetapi mengisyaratkan bahwa Kremlin yakin harus mengakui bahwa ketidakpuasan publik telah meningkat sejak dimulainya operasi Kursk.
Sementara itu, media independen Rusia mengatakan bahwa hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan adanya perubahan dalam suasana hati publik terhadap Putin dan otoritas, di tengah serangan Ukraina ke Oblast Kursk Rusia.
Ketika ditanya tentang apakah pemerintah Rusia melakukan pekerjaan dengan baik atau buruk, 28% responden tidak puas. Media daring independen Verstka mencatat bahwa ini adalah angka terendah sejak 30% yang tercatat pada tanggal 6 November 2022, sebulan setelah Putin mengumumkan mobilisasi sebagian untuk menambah pasukan di Ukraina.
“Jumlah responden yang tidak puas mulai bertambah pada bulan Juli dan jumlahnya meningkat pada awal Agustus, ketika pasukan Ukraina menyerbu wilayah Kursk,” kata Verstka dalam sebuah unggahan di Telegram, seperti dikutip Newsweek.
5. Rusia Bombardir Kyiv Habis-habisan
Rusia melancarkan serangan besar-besaran terhadap ibu kota Ukraina, Kyiv, dengan menghujani kota tersebut dengan rudal pada Senin.
Serangan ini menyebabkan kerusakan pada infrastruktur serta melukai sedikitnya dua orang akibat puing-puing rudal yang berhasil ditembak jatuh oleh pertahanan udara Ukraina, menurut pejabat setempat. Unit pertahanan udara Ukraina dilaporkan berhasil menghancurkan lebih dari 10 rudal jelajah dan hampir 10 rudal balistik yang diluncurkan oleh Rusia.
Pemerintah militer kota Kyiv mengumumkan melalui aplikasi Telegram bahwa serangan ini berlangsung selama hampir dua jam, dengan sirene serangan udara berbunyi di seluruh wilayah Ukraina sebelum akhirnya angkatan udara Ukraina menyatakan wilayah udara bersih pada pukul 06:30 waktu setempat.
Serangan ini terjadi tepat seminggu setelah Moskow meluncurkan lebih dari 200 rudal dan drone ke Ukraina, yang menyebabkan tujuh orang tewas dan merusak fasilitas energi di seluruh negeri. Serangan ini disebut sebagai yang paling masif sejak awal perang yang telah berlangsung selama 30 bulan, yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022.
Meskipun sering disebut sebagai serangan terbesar, Rusia secara konsisten membantah menargetkan warga sipil dalam perang yang telah menelan banyak korban jiwa dan menyebabkan kerusakan parah di seluruh Ukraina.
Namun, serangan terbaru ini menunjukkan bahwa konflik masih jauh dari selesai, dengan kedua belah pihak terus meningkatkan intensitas serangan mereka.