Jakarta – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron tetap tidak mengakui perbuatannya, meski telah divonis melanggar kode etik dan diputus sanksi sedang oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Ghufron dinilai menggunakan pengaruhnya sebagai pimpinan KPK dalam membantu mutasi seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kementerian Pertanian, Andi Dwi Mandasari.
“Ya, saya sampaikan, karena perbuatan saya mengkomunikasikan keluhan, saya tidak pernah menyampaikan minta bantu ‘tolong itu dimudahkan’ atau kemudian yang semula ditolak kemudian, tidak. Saya sampaikan ‘pak, kami menerima mengetahui ada keluhan, tolong dicek’,” kata Ghufron usai menjalani sidang putusan etik di Gedung Dewas KPK, Jumat, 6 September 2024.
Ghufron menyebut, dia menghubungi Inspektor Jenderal Kementan Kasdi Subagyono karena keluhan dari mertua Andi yang mengatakan permohonan mutasi Andi ditolak oleh Kementan. “Saya mengatakan sekali lagi, saya menyampaikan keluhan, bahwa kemudian oleh majelis tadi disampaikan sebagai bentuk dari permintaan bantuan, itu tafsir dari majelis,” tuturnya.
Menurut dia, soal Kasdi yang menerima keluhannya sebagai sebuah permintaan dan harus dikabulkan karena dia adalah pimpinan KPK yang sedang menangani kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementan, itu bukan kewenangannya.
“Bahwa ternyata yang menerima keluhan saya kemudian menganggap bantuan, itu anggapannya yang bersangkutan. Sekali lagi, saya nelpon anda, anda takut, anda segen atau anda happy-happy saja. Itu bukan kewenangan saya,” ucap Ghufron.
Meski demikian, dia mengaku menghormati putusan Dewas KPK tersebut. “Dan saya tidak bisa ngapa-ngapain, artinya prosesnya sudah sesuai dengan prosedur,” kata dia.
Dalam sidang putusan etik ini, Ghufron dijatuhi sanksi sedang berupa teguran tertulis dan pemotongan gaji.
“Mengadili, menyatakan Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur Pasal 4 ayat 2 huruf B Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat membacakan amar putusan, Jumat, 6 September 2024.