Jakarta – Kepala Divisi Akuntansi PT Timah Tbk, Dian Safitri, mengungkap pemasok bijih timah ke PT Refined Bangka Tin (PT RBT), yakni smelter swasta yang diwakili Harvey Moeis. Dian mengatakan pemasok bijih timah ke PT RBT terdiri dari tiga CV dan dua perorangan.
Hal itu disampaikan Dian saat dihadirkan sebagai saksi untuk Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku mantan Direktur Utama PT Timah Tbk 2016-2021, Emil Ermindra selaku mantan Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020, dan MB Gunawan selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa. Persidangan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Mulanya, jaksa menanyakan pembayaran terkait pembelian bijih timah ke lima smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah senilai Rp 11,1 triliun. Adapun lima smelter swasta itu adalah PT RBT, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa dan CV Venus Inti Perkasa.
“Bu Dian menjelaskan ada pembayaran khusus untuk pemasokan bijih timah ke lima smelter itu senilai Rp 11,1 triliun ya?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Dian.
“Ini kan ada lima smelter, Bu, bisa breakdown berapa masing-masing smelter ini memperoleh pembayaran terkait pemasokan bijih timah?” tanya jaksa.
“Kalau untuk rincian lima smelter tersebut kami tidak punya data, Yang Mulia,” jawab Dian.
“Tapi ini detail dari lima smelter ini?” tanya jaksa.
“Iya, gabungan,” jawab Dian.
Lantaran Dian mengaku tak membawa data rincian pembayaran ke lima smelter swasta tersebut, jaksa lalu mendalami afiliasi perusahaan pemasok bijih timah ke PT RBT. Dian mengatakan pemasok bijih timah PT RBT terdiri atas tiga CV dan dua perorangan.
“Ibu bisa sebutkan afiliasi-afiliasi dari 5 smelter itu, misal RBT contohnya, ibu bisa jelaskan perusahaan yang memasok bijih timah ke RBT itu siapa saja, Bu?” tanya jaksa.
“Kalau dari data yang kami peroleh dari UPPM, Pak, kalau mitra bijih RBT itu ada lima, Pak. Tiga dalam bentuk CV dan dua perorangan,” jawab Dian.
Dian mengatakan CV pemasok bijih timah ke PT RBT yakni CV Bangka Karya Mandiri, CV Belitung Makmur Sejahtera dan CV Semar Jaya Perkasa. Sementara pemasok perorangan adalah Adam Marcos serta Pieter Sianata.
“Bisa disebutkan, Bu, mitranya apa aja?” tanya jaksa.
“Atas nama Bangka Karya Mandiri, Belitung Makmur Sejahtera, Semar Jaya Perkasa, Adam Marcos dan Pieter Sianata,” jawab Dian.
“Oh ada dua orang perorangan ya?” tanya jaksa.
“Iya, ada dua perorangan,” jawab Dian.
Jaksa juga mendalami pembayaran ke PT RBT. Dian mengungkap PT Timah melakukan pembayaran ke PT RBT sebesar Rp 3,7 triliun terkait pembelian bijih timah.
“Nilainya totalnya berapa itu, Bu, ke PT RBT?” tanya jaksa.
“Total nilainya kalau RBT kalau Rp 3,797 triliun,” jawab Dian.
“Untuk pembelian bijih timah ya?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Dian.
Berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
“Bahwa akibat perbuatan Terdakwa Suranto Wibowo bersama-sama Amir Syahbana, Rusbani alias Bani, Bambang Gatot Ariyono, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, Alwin Albar, Tamron alias Aon, Achmad Albani, Hasan Tjhie, Kwan Yung alias Buyung, Suwito Gunawan alias Awi, m.b. Gunawan, Robert Indarto, Hendry Lie, Fandy lingga, Rosalina, Suparta, Reza Andriansyah dan Harvey Moeis sebagaimana diuraikan tersebut di atas telah mengakibatkan kerugian Keuangan negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14,” ungkap jaksa saat membacakan dakwaan Harvey di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (24/8).