Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah tewas dalam serangan udara Israel di Ibu Kota Lebanon, Beirut, pada akhir pekan lalu.
Sejak Israel melancarkan agresi ke Palestina, Hizbullah turut menggempur wilayah negara pimpinan Benjamin Netanyahu. Mereka pun terlibat saling serang.
Serangan yang terus dilakukan Hizbullah ke Israel utara membuat Netanyahu geram dan ingin memperluas perang di perbatasan. Israel pun semakin mencari cara agar dapat memusnahkan Nasrallah dan pentolan Hizbullah lainnya.
Dua pekan terakhir, Israel pun terus menggempur habis-habisan Lebanon mulai dari teror ledakan pager hingga mengebom situs atau pangkalan milik Hizbullah.
Israel pun berhasil membunuh Nasrallah dalam serangan udara ke Beirut pada Jumat (27/9). Tak hanya Nasrallah, komandan pasukan elit Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) juga ikut tewas dalam serangan itu.
Teheran pun langsung bersumpah bakal membalas kematian salah satu brigadir jenderalnya tersebut.
Lalu bagaimana Israel bisa melacak Hassan Nasrallah dan menyerang dia hingga tewas?
Juru bicara militer Israel Letnan Kolonel Nadav Shoshani mengatakan serangan udara menargetkan Nasrallah terjadi usai Tel Aviv mengumpulkan informasi intelijen sejak lama.
Shoshani bahkan menuturkan intelijen Israel terus memantau dan mencari informasi rahasia secara ketat terkait keberadaan dan pergerakan Nasrallah sejak bertahun-tahun.
“Kami telah menggunakan informasi intelijen yang telah kami kumpulkan selama bertahun-tahun,” kata Shoshani pada Minggu (29/9), dikutip AFP.
Dia lalu berujar, “Dan kami punya informasi waktu nyata, dan kami melaksanakan serangan ini.”
Peneliti senior Institut Internasional Israel untuk Kontra-Terorisme di Universitas Reichman, Miri Eisen, juga mengatakan serangan itu merupakan hasil kerja yang ekstensif.
“Kemampuan Israel dalam menghadapi Hizbullah menunjukkan besarnya infiltrasi intelijen ke dalam garis pertahanan Hizbullah,” kata Eisen.
Eisen menegakan serangan ke Nasrallah bukan hal yang baru dibuat sejak Israel melancarkan agresi ke Palestina.
Hari H serangan
Berdasarkan informasi intelijen yang didapat, para pejabat Israel mengetahui bahwa Nasrallah dan pentolan Hizbullah lain bakal bertemu di “markas besar” di Beirut pada Jumat.
Daerah itu telah menjadi target serangan Israel selama ini. Sehari sebelum serangan, Israel bahkan mengerahkan pesawat tempur secara ekstensif ke sekitar markas besar Hizbullah.
Salah satu rekaman menunjukkan jet F15 lepas landas dari Pangkalan Udara Hatzerim untuk melaksanakan operasi tersebut.
Pesawat-pesawat yang dikerahkan dilaporkan membawa sedikitnya 15 bom seberat 2.000 pon atau sekitar 907 kilo.
Tepat sebelum pukul 18:30 waktu setempat suara ledakan dahsyat terdengar di seluruh ibu kota Lebanon.
Para pejabat senior mengatakan “lebih dari 80 bom dijatuhkan selama beberapa menit” untuk membunuh HIzbullah.
Media Amerika Serikat The Wall Street Journal (WSJ) melaporkan Israel menghabiskan waktu berbulan-bulan merencanakan cara menggunakan “serangkaian ledakan terjadwal” di bunker tempat tinggal tempat Nasrallah.
“Dengan setiap ledakan membuka jalan bagi ledakan berikutnya,” demikian menurut WSJ.
Namun, surat kabar itu juga mengutip pernyataan pejabat Israel yang mengatakan waktu serangan “bersifat “oportunistik.”
“Terjadi setelah intelijen Israel mengetahui tentang pertemuan tersebut beberapa jam sebelum kejadian,” kata pejabat Israel.
Peristiwa itu bertepatan dengan Sidang Umum PBB di New York. Artinya, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sedang berada di luar negeri pada saat kejadian.
Kantor PM Israel lalu merilis foto yang katanya menunjukkan dia menyetujui serangan tersebut. Foto itu diambil di hotel tempat Netanyahu menginap di New York.
Israel belum merinci senjata yang dipakai dalam serangan itu.
Untuk saat ini, pejabat Israel merayakan kematian Nasrallah sembari mempertimbangkan apakah akan melanjutkan operasi darat di perbatasan untuk menangkal Hizbullah.