Jakarta – Aktivisme hukum sejumlah mahasiswa lewat Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menggagalkan skenario elite politik di Pilkada 2024 hingga Pilpres mendatang menuai pujian dari berbagai pihak.
Pengajar hukum pemilu Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, para mahasiswa Gen-Z dari kampus yang berbeda-beda itu telah mencatat sejarah selama pemilu lalu dan pilpres mendatang.
Titi menyebut gugatan menghapus presidential threshold yang dimohonkan empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga (Suka) Yogyakarta yang dikabulkan MK pada Kamis (2/1) lalu.
Kemudian gugatan dua mahasiswa UI yang secara tak langsung memaksa gelaran Pilkada serentak 2024 tak dipercepat jadi September 2024, namun tetap 14 November 2024. Dan, gugatan mahasiswa UIN Jakarta ke MK yang membuat syarat usia calon peserta Pilkada tetap harus merujuk saat pencalonan, bukan ketika pelantikan.
“Sejarah dibuat oleh banyak GEN Z kita, tapi tidak semua dapat spotlight. Kepada mereka harapan kita untuk Indonesia masih membuncah. Jaga dan terus bersamai mereka,” kata Titi lewat unggahannya di X, Sabtu (4/1).
Gugatan presidential threshold ke MK diajukan empat mahasiswa UIN Suka yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna. Dalam putusan Nomor.62/PUU-XXII/2024, MK mengabulkan permohonan Enika dkk dan menyatakan pasal presidential threshold inkonstitusional.
“Selain Enika dkk dalam Perkara No.62/PUU-XXII/2024, ada juga Ahmad Alfarizy dan @nurfauzizi (FHUI) yang melalui Perkara No.12/PUU-XXII/2024 membuat Pilkada ‘gagal’ dimajukan ke September 2024 sebagaimana skenario elite,” ujar Titi.
Kemudian mahasiswa UIN Jakarta A Fahrur Rozi yang lewat Perkara Nomor 70/PUU-XXII/2024 membuat syarat usia calon kepala/wakil kepala daerah tetap harus merujuk saat pencalonan bukan ketika pelantikan seperti yang sempat diputuskan MA lewat putusan Nomor 23 P/HUM/2024.
Kala itu pembuat undang-undang sempat disebut menafsirkan menyimpang dari putusan MK dengan memilih menggunakan putusan MA, sehingga menimbulkan gelombang demonstrasi mahasiswa dan kelompok sipil–yang juga diikuti sejumlah selebritas. Gelombang demonstrasi bertajuk ‘peringatan darurat’ itu berhasil, dan gelaran Pilkada serentak 2024 tetap menggunakan putusan MK.
“Sejarah dibuat oleh banyak GEN Z kita, tapi tidak semua dapat spotlight. Kepada mereka harapan kita untuk Indonesia masih membuncah. Jaga dan terus bersamai mereka,” kata Titi.
Lewat gugatan itu, kata Titi, Pilkada gagal dimajukan ke September 2024 sebagaimana skenario elite. Kemudian, gugatan A. Fahrur Rozi (Mahasiswa HTN UIN Jakarta) via perkara No.70/PUU-XXII/2024 yang membuat syarat usia calon kepala/wakil kepala daerah tetap harus merujuk saat pencalonan bukan ketika pelantikan.
Pujian terhadap kiprah mahasiwa Gen-Z itu juga datang dari eks Gubernur DKI Jakarta dan juga eks Capres pada Pilpres 2024 lalu, Anies Baswedan.
Anies, dalam unggahan di X, memuji langkah para pelajar dari kampus Yogyakarta itu.
“Mereka adalah anak muda yang memperkuat demokrasi Indonesia, bukan anak muda yang melucutinya,” kata Anies di X, Sabtu (4/1).
Anies juga mengatakan pemuda-pemudi seperti mereka memberi harapan baru bagi Indonesia.
“Harapan untuk masa depan demokrasi Indonesia akan selalu menyala,” kata eks Mendikbud tersebut.
Pujian terhadap kiprah mahasiwa Gen-Z itu juga datang dari eks Gubernur DKI Jakarta dan juga eks Capres pada Pilpres 2024 lalu, Anies Baswedan.
Anies, dalam unggahan di X, memuji langkah para pelajar dari kampus Yogyakarta itu.
“Mereka adalah anak muda yang memperkuat demokrasi Indonesia, bukan anak muda yang melucutinya,” kata Anies di X, Sabtu (4/1).
Anies juga mengatakan pemuda-pemudi seperti mereka memberi harapan baru bagi Indonesia.
“Harapan untuk masa depan demokrasi Indonesia akan selalu menyala,” kata eks Mendikbud tersebut.
Lebih lanjut, pihaknya mengingatkan pembuat undang-undang untuk mematuhi putusan MK yang menghapus presidential threshold tanpa melakukan manuver menyimpang dari semangat putusan itu. Mereka juga meminta DPR segera menjalankan fungsi legislasi, terutama dalam merevisi UU Pemilu sesuai amanat dari putusan MK tersebut.
“Kepada pembentuk Undang-Undang (DPR) untuk memedomani putusan MK tentang ‘presidential threshold’ dan tidak melakukan manuver-manuver yang mengingkarinya,” ujar Retno.
Menurut dia, proses revisi UU tersebut harus melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan prinsip partisipasi publik yang bermakna sesuai permintaan MK.
Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie pun menyambut baik atas putusan MK terhadap pasal presidential threshold di UU Pemilu. Dia pun berharap itu bisa mencerahkan kualitas demokrasi Indonesia.
“Alhamdulillah, akhirnya, MKRI mengabulkan permohonan PUU menghapus ketentuan mengenai ambang batas capres 20% utk pemilu 2029 yad. Ini kado tahun baru 2025 yg mencerahkan bagi kualitas demokrasi kita di masa mendatang,” ujar Jimly di akun X-nya.