Beijing – Situasi di kawasan Laut China Selatan tengah bergejolak sejak tahun lalu. Situasi ini kian menegang saat kapal-kapal perang China dan Amerika Serikat saling menggelar latihan di perairan sengketa itu.
Dilansir DW, pada 10 Desember 2023 lalu, sebuah armada yang terdiri dari 40 kapal berangkat dari kota pesisir Filipina, El Nido, di Provinsi Palawan, menuju area perairan Laut China Selatan yang disebut Kepulauan Spratly, yang sebagian wilayahnya diklaim oleh beberapa negara di kawasan.
Lebih 200 sukarelawan dalam “konvoi Natal” ini ingin mengantarkan sumbangan hadiah dan pasokan logistik kepada para nelayan miskin yang tinggal dan bekerja di atas kapal di Kepulauan Spratly, serta kepada tentara yang mengawaki sebuah kapal dari era Perang Dunia II yang sengaja dikandaskan di sebuah beting yang menjadi pos teritorial Filipina.
Konvoi ini diorganisir sebuah koalisi yang disebut “Atin Ito” yang berarti “ini milik kita” dalam bahasa Tagalog. Selain membawa barang bantuan, penyelenggara mengatakan, mereka ingin menunjukkan eksistensi Filipina di Spratly.
Ketika konvoi perahu sedang melakukan penyeberangan, mereka menerima kabar pasukan penjaga pantai China menembakkan meriam air ke konvoi perahu lainnya, yang juga membawa barang bantuan, yang menyebabkan kerusakan serius pada salah satu mesin kapal.
Setelah “dibayangi” oleh kapal penjaga pantai China, para penyelenggara memutar balik armada dan kembali ke El Nido.
Insiden ini merupakan imbas dari kebuntuan diplomasi yang terus bereskalasi selama tahun 2023, antara Filipina dan China atas pulau-pulau kecil dan beting yang disengketakan di Laut China Selatan.
Selama berbulan-bulan, sejumlah kapal penjaga pantai China yang berukuran jauh lebih besar dan lebih modern secara rutin menghadang kapal penjaga pantai, angkatan laut, dan kapal-kapal nelayan Filipina, terkadang mereka sengaja membenturkan kapalnya.
China dan AS Kerahkan Kapal Perang
Tahun ini, kapal-kapal perang China dan Amerika Serikat berada di Laut China Selatan pada hari Kamis (4/1/2024), melakukan latihan tandingan di perairan sengketa tersebut. Latihan ini dilakukan di tengah meningkatnya ketegangan yang melibatkan sekutu AS, Filipina.
Sehari sebelumnya, militer China atau Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) mengatakan bahwa pengerahan angkatan laut dan udaranya selama dua hari, yang dijadwalkan berakhir hari ini, sedang melakukan “patroli rutin” di Laut China Selatan.
Pernyataan militer China itu tidak menyebutkan di mana tepatnya patroli itu dilakukan atau memberikan rincian spesifik mengenai tujuan latihan tersebut.
Dilansir kantor berita AFP, Kamis (4/1/2024), patroli tersebut dilakukan seiring Amerika Serikat mengatakan bahwa kelompok penyerang kapal induk yang dipimpin oleh USS Carl Vinson sedang melakukan latihan selama dua hari dengan Angkatan Laut Filipina.
Diketahui bahwa Beijing mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan dan mengabaikan keputusan pengadilan internasional yang menyatakan pernyataannya tidak memiliki dasar hukum.
Negara ini mengerahkan kapal-kapal untuk berpatroli di jalur air yang sibuk tersebut. China juga telah membangun pulau-pulau buatan yang telah dimiliterisasi untuk memperkuat klaimnya atas Laut China Selatan.
Meskipun China biasanya menggunakan penjaga pantainya untuk menegakkan klaimnya di wilayah tersebut, latihan militer bukanlah hal yang jarang terjadi, dengan angkatan laut Beijing yang melakukan latihan “rutin” pada akhir November.
Imbas Ketegangan China-Filipina
Namun, latihan minggu ini dilakukan menyusul ketegangan yang terjadi selama sebulan antara China dan Filipina di kawasan terumbu karang yang disengketakan di wilayah tersebut, yang mengakibatkan tabrakan antara kapal-kapal dari kedua negara. Kapal-kapal China pun telah menembakkan meriam air ke kapal-kapal Filipina.
Seorang pakar mengatakan kepada AFP, bahwa Beijing berupaya mengubah Laut China Selatan “menjadi jalur air yang dikuasai China dan titik strategis bagi negara-negara lain”.
“Laut China Selatan menjadi… zona pertahanan utama bagi China,” kata Michael Raska, asisten profesor dan pakar militer di Universitas Teknologi Nanyang Singapura.