Jayapura- Echdina paruh panjang Attenborough ditemui kembali di Pegunungan Cyclops Papua. Mamalia itu kembali nampak usai pernah dinyatakan lenyap sepanjang 62 tahun.
Dalam siaran pers di situs formal Tubuh Studi serta Inovasi Nasional( BRIN), spesies endemik Papua itu ditemui dalam aktivitas training biodiversity yang mengaitkan BRIN, Balai Besar Konservasi Sumber Energi Alam Papua( Departemen Area Hidup serta Kehutanan), Universitas Cendrawasih, serta Universitas Oxford, dan kelompok konservasi Yappenda. Aktivitas tersebut diselenggarakan pada bulan Juni serta Juli 2023.
BRIN berkata penemuan echidna paruh panjang Attenborough itu didapatkan dari video kamera trap yang dipasang di Pegunungan Cyclops. Temuan itu diperkuat lewat 2 penjelasan pakar mamalia Australasia terkemuka, Kris Helgen serta Regu Flannery. Kedua ahli itu setuju penampakan mamalia berdimensi 48- 64 centimeter dengan berat 4- 9 kilogram ini ialah Echidna paruh panjang Attenborough.
Para periset itu pernah pilu sebab merasa pencarian spesies ini tidak kunjung membuahkan hasil.
Tetapi dikala turun dari gunung, pakar hayati James Kempton memandang seekor echidna berjalan lewat semak- semak hutan. Video itu terekam pada kartu memori terakhir yang mereka memiliki.
” Terdapat rasa euforia yang luar biasa serta pula rasa lega sehabis sekian lama terletak di lapangan tanpa imbalan apa juga sampai hari terakhir,” katanya.
Kempton betul- betul gembira dikala memandang echidna itu.
” Aku berteriak pada rekan- rekan aku serta mengatakan kami menciptakannya, kami menciptakannya. Aku berlari dari meja aku ke ruang tamu serta memeluk mereka seluruh,” kata ia.
Bagi informasi periset, spesies ini cuma tercatat satu kali secara ilmiah oleh seseorang pakar botani Belanda pada 1961, Sir David Attenborough. Namanya diberikan pada echidna itu selaku penghargaan dunia hendak jasanya di bidang hayati.
Sejatinya, echidna tidak cuma terdapat di Indonesia, namun terdapat pula di Australia serta Papua New Guinea. Tetapi, Attenborough echidna RI berbeda dengan 2 tempat itu.
” Alibi kenapa mamalia ini nampak berbeda dari mamalia lain merupakan mereka ialah anggota monotremata- kelompok bertelur yang terpisah dari mamalia lain dekat 200 juta tahun yang kemudian,” kata ia.
Dalam ekspedisi itu, para periset dihajar bermacam keadaan ekstrem. Kempton sukses selamat dari gempa bumi, malaria, apalagi lintah yang melekat pada bola mata sepanjang ekspedisi itu. Mereka bekerja sama dengan masyarakat desa Yongsu Sapari, yang menavigasi serta menjelajahi wilayah terpencil di timur laut Papua.
Dalam budaya Papua, spesies ini bukan hanya hanya binatang sangat jarang. Echidna jadi ciri damai konflik di pedalaman. Salah satu pihak yang berselisih hendak mencari hewan ini ke hutan serta pihak yang lain ke laut buat menangkap ikan marlin, bagi tetua Yongsu Sapari.
Echidna serta ikan marlin sangat susah ditemui, apalagi perlu waktu puluhan tahun ataupun satu generasi. Tetapi bila telah ditemui, perseteruan ataupun konflik dikatakan berakhir serta ikatan kembali harmonis.