Jakarta – Hizbullah melancarkan rangkaian serangan drone tempur dan roket ke wilayah utara Israel selama satu pekan terakhir. Meski begitu, kelompok bersenjata yang berbasis Lebanon itu memperingatkan bahwa pembalasan mereka atas tindakan Israel yang membunuh komandan tinggi mereka pada Juli lalu belumlah tuntas.
Pada Selasa (06/08), tim medis dan aparat keamanan melaporkan empat orang terbunuh dalam serangan di satu rumah di kota Mayfadoun, Lebanon yang terletak 30 kilometer di utara perbatasan.
Pertempuran ini terjadi setelah meningkatnya ketegangan antara Israel, Iran dan Hizbullah. Ketegangan ini memicu kekhawatiran akan terjadinya konflik besar.
Bagaimana nasib masing-masing pihak jika perang besar benar terjadi?
EPAPemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh terbunuh dalam sebuah serangan udara di ibukota Iran, Teheran.
Pekan lalu, Hamas menyatakan pemimpin politik mereka, Ismail Haniyeh, tewas dalam serangan di ibu kota Iran, Teheran. Israel belum mengonfirmasi apakah mereka bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Ketegangan meningkat semenjak Iran meluncurkan serangan rudal dan pesawat tak berawak terhadap Israel pada tanggal 13 April. Selain itu, pesawat tak berawak Israel menghantam sebuah target militer di Iran.
Meskipun tidak ada korban jiwa di Israel, rentetan lebih dari 300 proyektil peledak menunjukkan kemampuan Iran untuk menyerang dari jarak jauh.
Getty ImagesKemampuan rudal Iran merupakan bagian penting dari kekuatan militernya.
Pihak mana yang lebih unggul?
BBC mempertimbangkan pertanyaan ini menggunakan sumber-sumber yang tercantum di bawah ini. Perlu dicatat kemampuan signifikan masing-masing negara mungkin dirahasiakan.
International Institute for Strategic Studies (IISS) membandingkan kekuatan persenjataan militer kedua negara. Kajian IISS menggunakan berbagai metode resmi dan sumber terbuka untuk menghasilkan estimasi terbaik yang bisa dilakukan.
Organisasi lain, seperti Stockholm International Peace Research Institute, juga melakukan kajian. Meski begitu, keakuratannya bisa berbeda-beda untuk negara-negara yang sering tidak menyajikan angka secara publik.
Nicholas Marsh dari Peace Research Institute Oslo (PRIO) menyebut IISS dipandang sebagai tolok ukur untuk menilai kekuatan militer negara-negara di seluruh dunia.
Menurut IISS, belanja anggaran pertahanan Israel lebih besar dibandingkan Iran. Ini membuat Israel memiliki kekuatan yang signifikan dalam setiap potensi konflik.
IISS menambahkan anggaran pertahanan Iran sekitar US$7,4 miliar (Rp118 triliun) pada tahun 2022 dan 2023. Adapun anggaran pertahanan Israel lebih dari dua kali lipatnya, yaitu sekitar US$19 miliar (Rp303 triliun).
Perbandingan pengeluaran pertahanan Israel dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (ukuran hasil ekonominya) juga dua kali lipat dari Iran.
Langkah selanjutnya
Israel dan Hizbullah saling meningkatkan serangan mereka terhadap satu sama lain. Israel melancarkan serangan udara terhadap target-target Hizbullah di Lebanon.
Mereka mengatakan telah melakukan pembunuhan terhadap komandan senior Fuad Shukr pada tanggal 30 Juli 2024.
Sementara Hizbullah menembakkan rudal mereka ke Israel bagian utara. Sistem anti-rudal Iron Dome Israel berhasil mencegat sebagian besar rudal tersebut.
Menurut Jeremy Binnie, pakar pertahanan Timur Tengah dari jurnal analisis pertahanan Janes, Iron Dome akan menjadi sistem utama yang mempertahankan diri dari roket artileri dan rudal jarak pendek yang diluncurkan dari Lebanon.
senior Hizbullah Fuad Shukr diperlihatkan dalam sebuah upacara peringatan untuk menandai satu minggu sejak dirinya terbunuh dalam sebuah serangan udara Israel di Lebanon.
“Meskipun Hizbullah secara luas dianggap memiliki begitu banyak rudal sehingga akan mampu setidaknya menggencar pertahanan udara Israel meski sifatnya sementara,” ujarnya.
Nicholas Marsh dari Institut Penelitian Perdamaian Oslo mengatakan bahwa Iran telah menerbitkan daftar target yang luas.
“Itu bisa jadi merupakan upaya pengalihan perhatian. Tetapi akan sulit bagi Israel untuk melindungi semua target yang ada,” ujarnya.
“Yang menjadi pertimbangan utama Israel adalah berapa banyak target yang bisa mereka tembak jatuh sebelum bisa mendekati negara mereka.”
Apakah mungkin ada eskalasi besar?
Editor Defence Eye, Tim Ripley, mengatakan kepada BBC bahwa para ahli strategi militer harus berpikir “out of the box” (tidak konvensional) mengenai respons Iran dan Hizbullah.
“Anda harus menempatkan diri Anda pada pola pikir orang-orang Iran, Hizbullah, dan Houthi [militan Islam yang telah menyerang pelayaran internasional di Timur Tengah]. Mengapa menyia-nyiakan upaya Anda untuk lagi-lagi melakukan hal yang sama?”
Menurut Ripley, Iran dapat mendorong Hizbullah untuk melancarkan serangan di perbatasan. Mereka diperkirakan menyadari bagaimana serangan Hamas pada 7 Oktober mengejutkan Israel, sementara serangan rudal konvensional gagal menembus pertahanan Israel dengan mudah.
Getty ImagesPara petugas penyelamat mencari di reruntuhan kompleks bangunan yang dihantam serangan Israel di jantung pinggiran kota Beirut yang didominasi kaum Syiah pada 13 Agustus 2006.
Ripley juga mengatakan bahwa Iran mungkin akan mempertimbangkan untuk menyita tanker-tanker minyak asing.
Namun, Jeremy Binnie dari Janes percaya bahwa eskalasi seperti itu tidak mungkin terjadi:
“Pasukan elite Hizbullah, Radwan, telah berlatih untuk operasi lintas batas, tetapi menurut saya mereka tidak akan terlibat dalam pembalasan,” katanya.
“Di satu sisi, IDF (Pasukan Pertahanan Israel) akan jauh lebih siap untuk skenario itu dibandingkan 7 Oktober; di sisi lain, penculikan sejumlah kecil warga negara Israel kemungkinan akan memicu eskalasi besar, seperti yang terjadi pada tahun 2006.”
Getty ImagesPetugas pemadam kebakaran berjalan di atas atap sebuah rumah di Israel utara yang terkena serangan roket yang ditembakkan dari Lebanon selatan pada tanggal 23 Juli 2006.
Pada tahun 2006, Israel melancarkan serangan darat di Lebanon setelah Hizbullah menculik dua tentara Israel. Terjadi pertempuran sengit dan banyak korban jiwa berjatuhan dari kedua belah pihak.
Ripley mengatakan Israel dapat melakukan serangan lebih lanjut terhadap Hizbullah untuk menjatuhkan semangat mereka alih-alih memberikan dampak yang signifikan terhadap kekuatan perangkat keras militer kelompok tersebut.
“Itulah yang mereka lakukan di Lebanon pada tahun 2006 dan di Gaza sekarang,” katanya.
Keunggulan teknologi
Data IISS menunjukkan bahwa Israel memiliki 340 pesawat militer yang siap tempur. Fakta ini memberikan Israel keunggulan dalam bidang serangan udara yang tepat sasaran.
Di antara jet-jet tersebut adalah pesawat F-15 dengan jangkauan serangan jarak jauh, F-35 pesawat “siluman” berteknologi tinggi yang dapat menghindari radar dan helikopter serang cepat.
IISS memperkirakan Iran memiliki sekitar 320 pesawat tempur. Jet-jet tersebut berasal dari tahun 1960-an dan termasuk F-4, F-5, dan F-14 (yang terakhir adalah pesawat yang terkenal dalam film Top Gun tahun 1986).
Namun, Nicholas Marsh dari PRIO mengatakan bahwa tidak jelas seberapa banyak dari pesawat-pesawat tua ini yang benar-benar bisa terbang.
Sanksi Barat terhadap Iran menyulitkan mereka mengimpor suku cadang untuk memperbaiki pesawat-pesawat ini.
Iron Dome dan Arrow
Tulang punggung pertahanan Israel adalah sistem Iron Dome dan Arrow mereka.
Insinyur rudal Uzi Rubin merupakan pendiri Organisasi Pertahanan Rudal Israel di Kementerian Pertahanan negara itu.
Rubin kini menjadi peneliti senior di Institut Strategi dan Keamanan Yerusalem. Kepada BBC, dia mengaku merasa “aman” ketika menyaksikan Iron Dome dan sekutu internasional menghancurkan hampir semua rudal dan pesawat tak berawak yang ditembakkan Iran ke Israel pada Sabtu (03/08).
“Saya merasa sangat puas dan senang… Sistem ini sangat spesifik terhadap target-targetnya. Ini adalah pertahanan rudal jarak pendek. Tidak ada yang serupa dengannya [di sistem] yang lain.”
Rudal dan drone tempur Iran
Iran melakukan pengembangan ekstensif pada sistem rudal dan drone tempur sejak perang dengan negara tetangganya, Irak, dari tahun 1980 hingga 1988.
Iran mengembangkan rudal dan drone tempur jarak pendek dan jarak jauh yang banyak di antaranya baru-baru ini ditembakkan ke Israel.
Para analis yang mempelajari rudal yang ditargetkan ke Arab Saudi oleh pemberontak Houthi menyimpulkan bahwa rudal tersebut diproduksi di Iran.
Serangan jarak jauh
Tim Ripley dari Defence Eye menyebut Israel sangat tidak mungkin terlibat dalam perang darat dengan Iran.
“Keuntungan besar Israel adalah kekuatan udaranya dan senjata-senjata berpemandu. Jadi, Israel memiliki potensi untuk melancarkan serangan udara terhadap target-target utama di Iran,” ujarnya.
Menurut Ripley, Israel kemungkinan besar akan membunuh para pejabat Iran dan menghancurkan instalasi minyak dari udara.
IRGC handout / ReutersPara analis mengatakan bahwa angkatan laut Iran tidak mampu bertempur dalam perang. Angkatan laut Iran yang sudah tua memiliki sekitar 220 kapal, sementara Israel memiliki sekitar 60 kapal, menurut laporan IISS.
“Hukuman adalah inti dari semua ini… Para pemimpin militer dan politik Israel selalu menggunakan kata itu.”
“Itu adalah bagian dari filosofi mereka, bahwa mereka harus menimbulkan rasa sakit untuk membuat lawan-lawan mereka berpikir dua kali untuk menentang Israel,” ujarnya,
Tokoh-tokoh militer dan sipil Iran yang terkenal telah terbunuh dalam serangan udara, termasuk dalam penghancuran gedung konsulat Iran di ibukota Suriah pada 1 April.
Serangan itu memicu serangan balik Iran.
Namun, Israel belum mengaku bertanggung jawab atas hal tersebut. Begitu pula dengan sejumlah serangan lain yang menargetkan pejabat-pejabat terkemuka Iran.
Di sisi lain, mereka juga tidak membantah bahwa mereka telah bertanggung jawab.
Angkatan Laut
Menurut laporan IISS, Angkatan Laut Iran yang sudah menua memiliki sekitar 220 kapal, sementara Israel memiliki sekitar 60 kapal.
Para analis mengatakan angkatan laut Iran tidak mampu bertempur dalam perang.
Serangan siber
Israel akan mengalami lebih banyak kerugian dibandingkan Iran dalam serangan siber.
Sistem pertahanan Iran kurang maju secara teknologi dibandingkan Israel. Artinya, serangan elektronik terhadap militer Israel dapat berdampak jauh lebih besar.
Direktorat Siber Nasional pemerintah Israel menyatakan “intensitas serangan siber lebih tinggi dari sebelumnya”.
“Setidaknya tiga kali lebih tinggi, dan dengan serangan di setiap sektor Israel. Kerja sama antara Iran dan Hizbullah (organisasi militan dan politik Lebanon) meningkat selama perang,” sebut mereka.
Iranian government / Getty ImagesPada tahun 2008, Presiden Iran saat itu, Mahmoud Ahmadinejad, mengumumkan peningkatan produksi uranium di pabrik nuklir di Natanz.
Laporan tersebut melaporkan ada 3.380 serangan siber antara serangan 7 Oktober dan akhir 2023.
Kepala Organisasi Pertahanan Sipil Iran, Brigadir Jenderal Gholamreza Jalali, mengatakan bahwa Iran menggagalkan hampir 200 serangan siber pada bulan menjelang pemilihan parlemen baru-baru ini.
Pada bulan Desember, Menteri Perminyakan Iran, Javad Owji, mengatakan bahwa serangan siber menyebabkan gangguan nasional pada SPBU-SPBU nasional.
Ancaman nuklir
Israel diasumsikan memiliki senjata nuklirnya sendiri. Namun, Israel sengaja mempertahankan kebijakan resmi supaya kemampuan nuklir mereka dibuat ambigu.
Iran dianggap tidak memiliki senjata nuklir. Meskipun ada tuduhan sebaliknya, Iran menyangkal telah berusaha menggunakan program nuklir sipilnya untuk menjadi negara bersenjata nuklir.
Geografi dan demografi
Iran adalah negara yang jauh lebih besar dibandingkan Israel. Populasi Iran (hampir 89 juta) sembilan kali lipat lebih besar dari Israel (hampir 10 juta).
Iran juga memiliki jumlah tentara aktif sekitar enam kali lipat lebih banyak dari Israel.
Menurut IISS, terdapat 600.000 tentara aktif di Iran, sementara Israel memiliki 170.000 tentara.
Bagaimana Israel bisa membalas?
Dr Eric Rondsky, peneliti Timur Tengah yang berafiliasi dengan Universitas Tel Aviv, mengatakan Israel bertanggung jawab atas kegagalan tersebut dengan menyatakan keadaan siaga tinggi ketika Iran menyerang.
Militan yang didukung Iran di negara-negara tetangga secara teratur melancarkan serangan terhadap target-target yang merupakan kepentingan Israel.
Jeremy Binnie, pakar pertahanan Timur Tengah di Janes, percaya bahwa Israel tidak mungkin membalas dengan segera: “Secara potensial, mereka memiliki sejumlah pilihan jika mereka ingin membalas, seperti mengebom situs-situs di Lebanon atau Suriah.”
Binnie meragukan akan ada perang skala besar konvensional