5 Fakta Pengakuan Nelayan soal Pagar Laut Misterius di Tangerang

Jakarta – Sejumlah nelayan di Desa Ketapang bersaksi tentang pembangunan pagar misterius yang membentang di laut Kabupaten Tangerang. Pagar laut misterius itu membentang sepanjang 30,16 kilometer (km) di 6 kecamatan pesisir Kabupaten Tangerang, Banten.

Para nelayan mengungkap berbagai hal terkait pagar tersebut, mulai dari awal mula memergoki pembangunan hingga desas-desus tentang alasan pagar itu didirikan sepanjang puluhan kilometer.

Ada pula nelayan yang mengaku diancam pihak tertentu saat melayangkan protes. Pagar itu juga membawa dampak buruk bagi nelayan, termasuk terhadap keamanan dan pendapatan mereka dari kegiatan perikanan.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengungkap pagar tersebut berbahan bambu atau cerucuk tinggi sekitar 6 meter. Keberadaan pagar itu diketahui dari warga yang melapor pada 14 Agustus 2024.

Berikut fakta-fakta pengakuan nelayan soal pagar laut misterius di Tangerang.

1. Awal mula pembangunan

Seorang nelayan yang namanya disamarkan untuk alasan keamanan menyebut pembangunan pagar itu sudah berlangsung sekitar satu tahun. Mereka pertama kali menyadari saat ada orang dari luar desa memasang tiang bambu sekitar 100 meter dari pelabuhan Ketapang.

Mereka semula tidak curiga karena mengira tiang bambu itu bagian dari program pemerintah. Lalu sekitar Agustus 2024, pagar yang dibangun mulai masif hingga membentang 30 km.

“Kaget sih, ‘Loh ini untuk apa? Semua juga kaget di sini nelayan. Ini untuk apa nih?'” kata nelayan yang namanya disamarkan dengan alasan keamanan saat ditemui CNNIndonesia.com, Jumat (10/1).

2. Diancam saat protes

Sejumlah nelayan juga mengaku diancam setelah melayangkan protes pembangunan pagar. Mereka sempat mengirim beberapa orang menemui kapal yang sedang memasang pagar dan meminta para pekerja menyetop pembangunan pagar.

Namun, permintaan itu tidak digubris. Beberapa waktu kemudian, segerombolan orang tak dikenal justru mendatangi kampung nelayan tersebut.

Mereka juga sempat mengadu kepada kepala desa setempat, tetapi kepala desa mengaku tidak tahu dan hanya berjanji akan mengurus hal tersebut.

“Kami demo malah dibilang provokator. Dibilang ada catatannya di Koramil, di Polsek, catatan perorangan ada ini nih yang provokator,” kata nelayan tersebut.

3. Klaim untuk perumahan

Nelayan Desa Ketapang juga mengaku mendengar desas-desus bahwa pagar itu dibangun berkaitan dengan proyek perumahan. Salah satu nelayan itu mengakui sempat mendengar kabar itu meski belum terkonfirmasi.

Sebab, mereka tidak mendapat informasi apa pun dari pemerintah terkait pembangunan pagar yang masih misterius tersebut.

“Rencananya mah gitu dengar-dengar mah ya buat perumahan lah, dengar-dengar mah. Saya mah nelayan dengar dengar doang gitu,” ujar nelayan.

4. Pendapatan menurun

Pembangunan pagar yang panjangnya hingga 30 km itu pun membawa dampak buruk bagi nelayan. Mereka terpaksa memperpanjang jarak tempuhnya ketika melaut, belum lagi masalah keamanan yang mengancam.

Nelayan Desa Ketapang yang jumlahnya lebih dari 500 orang itu juga mengeluhkan pendapatan yang menurun. Mereka yang dulu bisa meraup Rp150 ribu per hari kini hanya mampu membawa pulang sekitar Rp70 ribu imbas biaya solar bertambah.

“Rp100 ribu aja susah sekarang. Solar biasanya sehari habis seliter, sekarang bisa dua liter,” ujar seorang nelayan.

5. Ingin dicabut demi keamanan

Para nelayan itu mengaku bersyukur pagar laut yang menjadi keresahan selama ini mulai dapat sorotan. Pemerintah juga turun tangan menyegel pagar laut misterius tersebut.

Mereka kemudian berharap pagar-pagar itu bisa segera dihilangkan demi keselamatan dan kemakmuran nelayan.

“Cabut. Cabut, cabut saja. Jadi biar enak. Nelayan dan berangkat malamnya juga pulang malam, berangkat malam juga enak. Jangan mikirin ada risiko,” ungkap salah satu nelayan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *