Cianjur – Sebuah kampung di Cianjur ini jadi contoh indahnya hidup bertoleransi. Baik warga beragama Islam maupun Kristen hidup rukun dan harmonis. Apa rahasianya?
Di kampung Palalangon, Desa Kertajaya, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur toleransi tidak sekadar kata indah saja. Tetapi sudah menjadi sebuah budaya yang sudah terbentuk secara alami di antara warga.
Warga dari dua agama berbeda yakni Islam dan Kristen hidup rukun berdampingan di kampung ini. Gereja dan masjid berdiri berdekatan. Umat beragama pun menjalankan ibadahnya masing-masing tanpa ada rasa kekhawatiran.
Sesekali bunyi lonceng pertanda panggilan ibadah untuk umat Kristiani beriringan dengan lantunan suara adzan sebagai panggilan untuk ibadah salat bagi umat Muslim di Kampung Palalangon.
Sejarah Warga Kristen di Kampung Palalangon
Komunitas warga beragama kristen di Kampung Palalangon ternyata punya sejarah panjang. Mereka sudah ada sejak tahun 1902. Itu artinya mereka sudah 121 tahun mendiami kampung itu.
Komunitas warga Kristen di kampung Palalangon terbentuk ketika B.M Alkema, salah seorang zendeling (penyebar Injil) dari lembaga Pekabaran Injil dari Belanda bernama Nederlandsche Zendings Vererniging (NZV) dibantu tujuh keluarga perintis yakni Miad Aliambar, Jena Aliambar, Hasan Aliambar, Akim Muhiam, Naan Muhiam, Yusuf Sairin, dan Elipas Kaiin mendirikan gereja kristen pasundan (GKP) Palalangon.
“Dari 7 orang tersebut, mereka membawa keluarganya sehingga total ada 21 jemaat pertama di GKP Palalangon ini. Kemudian terbentuklah pemukiman dengan membuka lahan di sekitar gereja,” ungkap Pengurus GKP Palalangon Vikaris (Vik) Ricki Albett Sinaga, Minggu (24/12) akhir pekan lalu.
Menurutnya, umat kristiani di Kampung Palalangon menjunjung tinggi toleransi dalam bermasyarakat. Bahkan kerap dilakukan ruang perjumpaan dengan umat beragama lain.
“Sejak dulu masyarakat dengan beda agama di sini hidup rukun berdampingan. Kalau berbicara toleransi dalam bermasyarakat, kami membuka diri ruang perjumpaan dengan umat beragama lain. Di beberapa momen kita tidak tertutup. Dalam hari raya keagamaan pun terlibat. Kegiatan nataru kita juga dibantu dan dilindungi pihak keamanan dari warga Muslim. Kami bersyukur umat muslim memberikan perhatian, peribadatan dengan khidmat,” kata dia.
Perbedaan Itu Indah
Tokoh Muslim sekaligus Pimpinan Pesantren dan Masjid Nurul Hidayah Palalangon Ustaz Ismail Soleh membenarkan toleransi di kalangan masyarakat Palalangon. Masyarakat tidak lagi sekadar toleran, tetapi juga moderat. Menjadikan perbedaan sebagai suatu keindahan.
“Di sini kita tetapkan bagaimana kita hidup dengan latar belakang berbeda komunitas tetapi menjaga kerukunan dan perdamaian tanpa ekstrem kanan dan kiri. Menjadikan perbedaan sebagai rohmat, ketidakadanya persamaan itu menjadi keindahan dan kenikmatan,” ucapnya.
Menurutnya, umat nasrani dan muslim di Kampung Palalangon juga kerap menggelar kegiatan bersama yang semakin mempersatukan serta mendekatkan satu sama lainnya.
“Kita sering kerja bakti bersama-sama. Dalam banyak hal kita selalu bersama, berdampingan, dan toleran. Kecuali dalam urusan peribadatan, itu tetap menjalankan kepercayaan masing-masing sesuai keimanannya,” tutur dia.
Menurut Kepala Desa Kertajaya, Sunandar masyarakat Desa Kertajaya, terutama Kampung Palalangon sudah tak perlu lagi diajari terkait toleransi, sebab mereka sudah hidup toleran sejak dulu, bahkan sebelum Indonesia Merdeka.
“Kita sudah Bhineka Tunggal Ika sejak dulu, kita sudah bersatu bahkan sebelum Indonesia merdeka. Kita sudah terapkan hidup bernegara yang baik, tanpa melihat latar belakang suku ras dan agama. Kita di sini hidup rukun dengan satu identitas yang sama, yakni warga Indonesia,” pungkasnya.